MEDAN-HUMAS USU : Universitas Sumatera Utara ditunjuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan Forum Komunikasi Komite Audit 11 Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum, yang berlangsung di Hotel Grandhika, jalan dr T Mansur Medan, Kamis (11/7). Acara dibuka oleh Rektor USU yang diwakili oleh Wakil Rektor III USU Drs Mahyuddin KM Nasution, MIT, Ph D. Turut memberikan kata sambutan Ketua Majelis Wali Amanat USU Drs Panusunan Pasaribu, MM, dan Ketua Forkom KA PTN-BH, Prof Drs Tarmizi Achmad, MBA, Ph D, CPA, CFE, CA.
Hadir sebagai narasumber Kepala Biro Keuangan dan Umum Kemenristekdikti RI Moch Wiwin Darwina, SE, M Si, Direktur Barang Milik Negara Kemenkeu RI Encep Sudarwan, SE, MA, Auditor Utama Keuangan Negara III BPK RI Dr Blucer Wellington Radjagukguk, anggota Dewan Standar Akuntan Ikatan Akuntan Indonesia Ersa Tri Wahyuni, SE, M Acc, Ph D, CA, Ak, CPMA, CPSAK, Dr Budi S Purnomo, SE, MM, M Si (UPI), Dr Faisal Akbar Nasution, SH, M Hum (USU), Drs Widartoyo, AK, MM, M Si, CPA, CA (UNAIR), Prof Dr Joko Suharto (UNAIR) dan Drs R Hartono, MM, Ak, CMA, CA (ITB). Perwakilan Komite Audit dari 11 universitas negeri terkemuka yang masuk dalam PTN Badan Hukum di Indonesia hadir dalam forum tersebut, di antaranya IPB, ITB, UGM, UI, UNAIR, UPI, USU, UNPAD, UNDIP, UNHAS dan ITS.
Forum Komunikasi PTN BH sendiri resmi dibentuk pada tanggal 26 Agustus 2018 di Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, dengan tindak lanjut pertemuan di Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya pada 16 April 2019. Pertemuan di MEdan merupakan pertemuan ketiga yang menekankan pembahasan pada topik permasalahan asset dan governance.
Audit 2019 eDalam acara tersebut, Forum Komunikasi Komite Audit Perguruan Tinggi Negeri-Badan Hukum (Forkom KA PTN-BH) mengharapkan revisi regulasi terkait keberadaan PTN-BH. Hal ini dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 26/2015 yang merupakan turunan dari Undang-undang nomor 12/2012 , di mana dalam PP itu disebutkan PTN-BH merupakan PTN yang didirikan pemerintah dan berstatus sebagai badan hukum publik yang otonom.
Demikian diungkapkan Ketua Forkom KA PTN-BH Prof Drs Tarmizi Achmad MBA PhD CPA CFD PA kepada wartawan di sela-sela acara.
Dilanjutkan Prof Tarmizi, regulasi yang ada sekarang ini multi tafsir baik dari BPK, maupun tim audit lainnya.
“Salah satunya, menyangkut otonomi yang diberikan pemerintah dalam PP nomor 26/2015. Kalau sudah namanya otonomi, seharusnya PTN-BH diberikan keleluasaan dalam mengolah aset-aset yang dimilikinya, tanpa perlu izin dari institusi pemerintah pusat. Tetapi kenyataannya di lapangan, PTN-BH kalau mengelola asetnya harus mendapatkan izin dari institusi pemerintah yang menaunginya. Padahal dalam PP 26/2015 tadi PTN-BH berstatus sebagai badan hukum publik yang otonom,” jelasnya.
Demikian juga dalam hal menyangkut pembayaran pajak. “Kita (PTN-BH-red) dianggap bisnis karenanya terkait pajak kita tergolong dalam Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan pajak progresif sama seperti pengusaha atau pihak swasta. Padahal kita ini kan PTN (negeri) yang didirikan pemerintah jadi memiliki misi-misi kenegaraan dalam penyelenggaraan pendidikan masyarakat. Jadi seharusnya tax itu biasa-biasa saja tidak keseluruhannya dikatakan kita (PTN-BH-red) sama dengan PKP,” ungkapnya sembari mengutarakan hal-hal inilah yang perlu dibincangkan dan disinergikan dengan banyak pihak.
Karenanya, lanjutnya, melalui forum komite audit yang digelar secara rutin dan berkesinambungan ini, salah satunya bertujuan, di samping sebagai transfer knowledge masing-masing anggotanya terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi juga sebagai forum diskusi dan sharing di antara sesama anggota. Karena selama ini, terdapat persepsi berbeda-beda dalam pemahaman audit di salah satu PTN-BH dengan PTN-BH lainnya dengan menghasilkan solusi berbeda pula.
“Hal inilah yang perlu di-sharing ke sesama anggota Komite Audit PTN-BH yang ada sehingga memiliki persepsi dan pemahaman yang sama atau standarisasi dalam menjalankan dan mengelola PTN-BH,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Drs Panusunan Pasaribu, MM, . mengutarakan pertemuan forum yang ketiga pasca Surabaya ini, sangat penting karena menyangkut pengelolaan aset universitas. Jika salah kelola akan berkonsekuensi terhadap hukum.
Karenanya, terkait adanya rencana pengembangan universitas di luar pendidikan seperti rencana pengelolaan tanah universitas untuk menjadi hotel atau penginapan mahasiswa serta perbelanjaan ia menekankan harus benar-benar berkoordinasi dengan Kemenristek Dikti dan Kemenkeu supaya MWA atau Rektor tidak salah kelola.
“Inilah gunanya digelar forum komite audit ini yang membahas topik penting tersebut,” tukasnya sembari mengapresiasi pihak-pihak berkepentingan yang telah hadir sebegai pembicara dalam forum. (Humas)